Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts
Showing posts with label Pengetahuan Islam. Show all posts
Friday, August 5, 2011
Doa Sholat Tarawih
DOA SHOLAT TARAWIH
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِاْلإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِفَرَائِضِكَ مُؤَدِّيْنَ، وَعَلَى الصَّلَوَاتِ مُحَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِى اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَبِالنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلاَيَا صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ e يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَعَلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَفِى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرَةِ الكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَبِحُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفَّيْنِ شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِيْ هذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلاَ تَجْعَلْنَا اللَّهُمَّ مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ، إِلهَنَا عَافِنَا وَاعْفُ عَنَّا، وَاغْفِرِ اللَّهُمَّ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلأُمَّهَاتِنَا، وَلإِخْوَانِنَا وَلأَخَوَاتِنَا، وَلأَزْوَاجِنَا وَلأَهْلِيْنَا َوِلأَهْلِ بَيْتِنَا، وَلأَجْدَادِنَا وَلِجَدَّاتِنَا، وَلأَسَاتِذَتِنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِمُعَلِّمِيْنَا، وَلِمَنْ عَلَّمْنَاهُ وَلِذَوِى الْحُقُوْقِ عَلَيْنَا، وَلِمَنْ أَحَبَّنَا وَأَحْسَنَ إِلَيْنَا، وَلِمَنْ هَدَانَا وَهَدَيْنَاهُ إِلَى الْخَيْرِ، وَلِمَنْ أَوْصَانَا وَوَصَّيْنَاهُ بِالدُّعَاءِ، وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
وَاكْتُبِ اللَّهُمَّ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِمْ، وَعَلَى عَبِيْدِكَ الْحُجَّاجِ وَالْمُعْتَمِرِيْنَ وَالغُزَاةِ وَالزُّوَّارِ وَالمُسَافِرِيْنَ، فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَالْجَوِّ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَقِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ، وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ، يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ، وَاخْتِمْ لَنَا يَا رَبَّنَا مِنْكَ بِخَيْرٍ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Doni Aliyanto
Etika Merayakan Iedul Fitri
Introspeksi Puasa Pasca Ramadhan
Dengan analisis itu, puasa disimpulkan dapat membuat orang menjadi sehat, baik jasmani maupun rohani, puasa dapat meningkatkan kedisiplinan, membentuk insan yang jujur, berkepribadian luhur, mempunyai kepekaan sosial yang tinggi, dapat melahirkan pencerahan etika dan perilaku positif. Tidak cuma itu, puasa dapat meningkatkan etos kerja dan produktifitas, bahkan dapat mewujudkan pencerahan spiritual dan intelektual. Demikianlah sebagian kekayaan hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa ramadhan. Namun, apakah hikmah puasa yang berlimpah itu tercapai pasca ramadhan sehingga puasa mempunyai dampak terhadap pencerahan perilaku, pembangunan manusia yang sehat fisik dan mental, jujur, berdisiplin, mempunyai kepekaan sosial, etos kerja tinggi, produktif, dsb?. Yang jelas, realitas menunjukkan, masih banyak orang yang berpuasa, kesehatannya justru semakin menurun. Pasca ramadhan ia selalu ke rumah sakit dan menghubungi dokter. Kejujuran mulai dikesampingkan, kolusi dan korupsi dipraktekkan, etos kerja melempem, produktifitas menurun, semangat mengamalkan ajaran agama menjadi luntur, pencerahan spritual dan intelektual menjadi gelap, jiwa kepekaan sosial menjadi pekak, bekerja tetap tidak disiplin, kurang menghargai waktu, dsb. Jika demikian, benarlah apa yang pernah dituturkan oleh Nabi kita, “Betapa banyak orang puasa, tetapi tidak mendapatkan hikmah sedikitpun dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga saja. Dan betapa banyak orang yang shalat di malam hari, tetapi tidak mendapat apapun kecuali sekedar bangun malam” (HR. Ad-Darimi). Dalam konteks inilah kita perlu melakukan evaluasi terhadap rangkaian ibadah yang telah kita lakukan selama ramadhan serta mencari sebab kegagalan puasa yang kita laksanakan. Kesenjangan antara ideal dan faktual Memang, Islam selalu unggul dalam ajaran yang kaya hikmah atau makna filosofis. Namun sangat disayangkan, selalu saja terjadi kesenjangan antara muatan hikmat yang holistik itu dengan praktek yang ditemui di lapangan. Misalnya, islam adalah agama yang sangat intens mengajarkan kebersihan, namun masih banyak ummat Islam yang akrab dengan lingkungan kotor. Islam adalah agama yang sangat menekankan kedisiplinan, tetapi ummat Islam lah yang banyak melanggar disiplin dan membuang-buang waktu. Islam adalah agama yang syarat mengajarkan urgensi membaca dan menuntut ilmu, tetapi ternyata ummat Islam lah yang malas membaca dan belajar, sehingga terbelenggu dalam bingkai keterbelakangan dan kebodohan. Islam mengajarkan etos kerja secara mengesankan, tetapi umat islam lah yang masih banyak bermalas-malasan. Puasa dalam Islam mengandung segudang hikmah, namun realitas selalu berbeda dengan tujuan hikmat tersebut. Inilah kesenjangan-kesenjangan antar ideal (das sein) dan faktual (das solen). Upaya pelacakan faktor-faktor terjadinya kesenjangan itu disebut dengan evaluasi, yaitu penilaian kembali ibadah puasa yang telah dilaksanakan. Evaluasi maupun introspeksi, merupakan keniscayaan dilakukan, demi perbaikan dan peningkatan kualitas ibadah di masa depan dan pada gilirannya merefleksikan implikasi positif secara vertikal dan horizontal. Introspeksi Puasa Dengan melakukan evaluasi (muhasabah), berarti kita berupaya merenungkan kembali segala amal yang kita lakukan. Dalam tataran ini, kita melakukan evaluasi secara total dan kritis terhadap ibadah puasa yang telah kita laksanakan. Kalau pasca ramadhan, kesehatan manusia semakin menurun, barangkali kita belum proporsional dalam mengukur porsi makanan. Betul, di siang hari kita menahan lapar dan dahaga, tetapi ketika masuk waktu berbuka di malam hari, kita makan dan minum secara berlebihan, seakan melampiaskan dendam. Kelebihan makanan, selalu menimbulkan kerawanan terhadap berbagai penyakit. Para ahli membuktikan bahwa perut yang tidak teratur, merupakan sumber terjadinya penyakit-penyakit fisik. Selain, timbulnya penyakit psca ramadhan ini, mungkin saja makanan dan minuman yang kita konsumsi, tidak halalan dan thayyiban sebagaimana yang dianjurkan Al-Qur’an. (QS. 2:168), sehingga berimplikasi negatif bagi kesehatan. Kalau pasca ramadhan, semangat beribadah semakin luntur sinar spritual semakin gelap, hati semakin mati dan kesat, barangkali karena puasa yang kita lakukan hanya terperangkap kepada pemenuhan rukun formal yakni menahan lapar, dahaga dan hubungan seksual. Atau mungkin kita belum maksimal melaksanakan amalan-amalan yang sangat dianjurkan di bulan ramadhan, seperti banyak membaca Al-Qur’an, rajin berdzikir, selalu bershalawat, banyak berdo’a, tekun istighfar, suka i‘tikaf, dsb. Karena, bila kita melakukan paket amalan ini, berarti kita telah berupaya mencerahkan spritual, mengasah dan mempertajam intuisi, serta meningkatkan etos ibadah. Atau mungkin kita masih melaksanakan sebagian amalan-amalan tersebut, tetapi hanya terperangkap kepada rutinitas ritual, atau kuantitas ibadah, tanpa meresapi dan menghayati makna-makna yang termuat di dalamnya. Kalau pasca ramadhan, kita masih egois atau individualistis, tak tergugah melihat kemiskinan finansial dan intelektual, tak tersentuh melihat penderitaan saudara-saudara kita, sehingga solidaritas sosial menurun, barangkali, selama ramadhan, kita tidak melaksanakan titah Rasul untuk memperbanyak sedekah dan infaq di bulan ramadhan, sehingga latihan bersifat pemurah tidak terlaksana. Akibatnya, sifat egois dan individualistis masih bermayam dalam diri orang yang berpuasa formalistis itu. Kalau pasca ramadhan, etos kerja dan produktifitas menurun, kedisiplinan tetap dilanggar, atau perilaku tetap menyimpang, barangkali puasa yang kita lakukan tidak didasarkan perenungan mendalam yang optimistik (ihtisaban) tentang makna filosofis di balik ritus puasa, atau mungkin mengabaikan dimensi historis pelaksanaan puasa di kalangan sahabat Rasul yang tetap mempunyai etos tinggi dan sangat produktif. Hal ini terlihat dari kemenangan-kemenangan besar yang mereka raih pada bulan ramadhan, seperti perang Badar, penaklukkan Mekkah, Tabuk, dsb. Kalau pasca ramadhan, kejujuran semakin tipis atau sirna, pungli, kolusi dan korupsi tetap menjadi kebiasaan, barangkali puasa yang kita lakukan tidak didasari iman yang benar, tetapi mungkin kita berpuasa karena mengikuti tradisi. Kita meyakini, bahwa doktrin ibadah dalam Islam, sarat dengan makna dan muatan filosofis yang mengesankan termasuk puasa. Tapi, karena masih banyak umat Islam yang terjebak kepada ibadah formalistis dan rutinitas ritual, maka puasa yang kaya hikmah itu, tidak melahirkan refleksi sosial, tidak menumbuhkan perubahan dalam perilaku keseharian, tidak mewujudkan pencerahan spiritual dan moral, serta tidak memberikan nilai tambah bagi peningkatan disiplin, etos kerja, dan produktifitas. Puasa bukanlah sekedar menunaikan rukun formal, tetapi dalam konteks yang lebih luas, puasa merupakan upaya pengendalian diri dari seluruh kecenderungan sifat dan perilaku yang merusak untuk mewujudkan insan muttaqin dan sosok manusia paripurna menurut konsep Al-Qur’an. Penutup Bila kita telah melakukan evaluasi dan introspeksi terhadap ibadah puasa dan amalan ramadhan lainnya, kemudian memperbaiki kekurangan-kekurangannya, maka selanjutnya kita serahkan kepada Allah SWT karena kita telah berupaya secara maksimal dalam beramal dan/muhasabah (evaluasi). Sikap ini harus pula kita iringi dengan khauf dan raja’, sebagaimana yang dikemukakan oleh imam al-ghazali dalam karya monumentalnya, ihya ulumuddin . Ia mengatakan, bahwa setelah kita melaksanakan ibadah puasa dan amalan-amalan lainnya, kita harus menyikapinya dengan dua maqam. Yaitu, khauf (khawatir) dan raja’ (harap). Maksudnya, “kita takut kalau-kalau ibadah kita tidak diterima Allah, dan “berharap” kiranya ibadah kita diterima-Nya” .
|
Monday, August 1, 2011
Puasa Ramadan

(Menjalankannya) dalam beberapa hari tertentu, tapi jika salah seorang di antaramu sakit atau dalam perjalanan, maka (diwajibkan atasnya mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi mereka yang kesusahan menjalankannya (semisal, karena lanjut usia), maka diwajibkan memberi makan seorang miskin (membayar fidyah, tebusan). Namun, barangsiapa yang dengan rela mengerjakan kebaikan, maka hal ini lebih baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Bulan Ramadan yang pada bulan itu diturunkan al-Qur`an, sebuah petunjuk bagi manusia dan bukti-bukti nyata bagi petunjuk itu serta standar ukuran (untuk membedakan yang benar dan yang salah). Maka, barangsiapa di antaramu menyaksikan (bulan sabit sebagai tanda malam pertama) bulan Ramadan (di tempat tinggalnya), haruslah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (sehingga meninggalkan puasa), maka (diwajibkan atasnya mengganti puasa) sebanyak hari-hari (yang ditinggalkan) pada hari-hari yang lain (hari-hari selain bulan Ramadan). Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan Dia tak menghendaki kesukaran bagimu. (Dia ingin) agar kamu menyempurnakan jumlah yang sama (jumlah hari pada bulan Ramadan), dan agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang telah diberikan kepadamu, dan agar kamu berterima kasih" (Q., s. al-Baqarah/2: 183-185).
Al-Bukhârî dan Muslim meriwayatkan sebuah hadis Qudsi dari Abû Hurairah yang artinya "Setiap kebaikan diganjar dengan sepuluh sampai tujuh ratus kebaikan serupa, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya."
Jelas, pahala puasa tak terhenti pada suatu batas. Pahalanya melebihi standar hitungan dan taksiran. Puasa merupakan indikasi keikhlasan terbesar. Puasa juga merupakan manifestasi ketabahan dan kesabaran. Allah berfirman: "Hanya orang-orang penyabarlah yang akan mendapatkan pahala sepenuhnya, tiada terhitung" (Q., s. al-Zumar/39: 10).
Keduanya juga meriwayatkan hadis senada, masih dari Abû Hurairah, dari Rasulullah saw., beliau bersabda: "Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamannya, sungguh! Bau busuk mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada harumnya parfum misk. Allah Yang Maha Agung berfirman: 'Sesungguhnya orang yang puasa meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena-Ku, maka puasanya adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang akan mengganjarnya'."
Bukti terkuat atas keutamaan puasa adalah bau busuk mulut orang yang berpuasa. Bau busuk ini terjadi karena perubahan yang disebabkan puasa dan meninggalkan makan.
Tiada lagi bau harum, tak ada rasa sedap yang tersisa, bahkan bau mulut yang oleh kebiasaan tak disukai, hal itu di sisi Allah lebih harum dan lebih baik. Itu adalah bau yang paling harum dari orang berpuasa, lebih harum dibanding bau parfum misk yang biasa dipakai manusia.
Al-Bukhârî juga meriwayatkan sebuah hadis dari Mâlik, dari Abû Zanâd, dari al-A'raj, dari Abû Hurairah ra., dari Rasulullah saw.: "Puasa adalah benteng. Jika salah seorang di antaramu berpuasa, maka jangan berkata-kata kotor-yaitu jangan mengatakan ucapan yang tak sepantasnya diucapkan (karena tak senonoh atau jorok), dan jangan berlaku bodoh, seperti berbuat gaduh, takabur, arogan, dan congkak-dan jika seseorang memusuhinya atau mengejeknya, maka katakanlah: 'Sesungguhnya saya puasa. Sesungguhnya saya puasa'."
Maksud ungkapan "puasa adalah benteng" berarti: puasa merupakan pelindung dan penjaga dari kemaksiatan dan dari siksaan di hari Akhir.
Dari al-Ahnaf ibn Qays, dikatakan kepadanya: "Engkau sudah tua renta dan puasa akan membuatmu lemah". Al-Ahnaf menjawab: "Saya menyiapkannya untuk perjalanan yang panjang; bersabar dalam ketaatan kepada Allah swt. lebih ringan dari pada bersabar atas siksa-Nya."
Kedudukan dan Keutamaan Puasa dalam Agama dan Kehidupan
Puasa termasuk salah satu ajaran terpenting Islam. Rasulullah saw. menegaskan bahwa puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang menjadi pilar agama ini. Nabi saw. bersabda: "Islam dibangun di atas lima pilar: Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat, membayar zakat, puasa Ramadan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu menempuh perjalanannya".
Karena pentingnya puasa, tingginya kedudukan, dan besarnya manfaat bagi jasmani dan mental itulah Allah mewajibkan puasa kepada manusia melalui ajaran Islam. Juga, melalui ajaran-ajaran samawi terdahulu, sebelum Islam. Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla:
"Hai orang-orang beriman! Puasa diwajibkan atasmu sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelummu, agar kamu menjadi orang yang bertakwa" (QS. al-Baqarah/2: 183).
Puasa merupakan penyucian jiwa, peninggian spirit; mengajarkan kepada manusia bagaimana mengangkat diri dari derajat hewan yang kebutuhannya hanya memenuhi perut; makan dan minum, mengajarkan kepada manusia bagaimana meninggikan diri mereka sampai ke derajat para malaikat yang menjadikan kedekatan kepada Allah, ibadah, dan takwa kepada-Nya sebagai makanan bagi ruh mereka. Puasa mendidik untuk membiasakan sifat sabar, mengekang hawa nafsu, membiasakan untuk menanggung beban berat, dan tabah dalam menghadapi liku-liku kehidupan.
Puasa menumbuhkan keutamaan sifat amanah dan ikhlas dalam berbuat; beribadah hanya karena Allah, bukan karena mengharapkan pujian dan mencari muka.
Puasa merupakan penjernihan jiwa dari noda-noda dunia dan godaan-godaannya; puasa merupakan pembebas jiwa dari jeratan kenikmatan dan keasyikan rendah dunia. Sehingga, melimpahnya materi tak akan mendominasi dan menguasai perilaku manusia dalam kehidupan ini. Bahkan perilaku terpuji dan daya spiritual luhurlah yang akan mendominasi kehidupan ini. Dengan hal itu, terwujud lah persaudaraan dan kecintaan manusia, juga terealisasi kerjasama antara individu dan masyarakat-suatu hal yang tak ditemukan pada kehidupan materialistis yang didengungkan bangsa-bangsa dunia saat ini, karena pengenyampingannya terhadap sisi spiritual-dan darinya lah diperoleh kemauan untuk hidup damai, aman, saling kerjasama dan mencinta.
Inilah spiritual tinggi, dan inilah kebijaksanaan-kebijakasanaan yang mengagumkan. Itulah sebagian keistimewaan dan buah puasa. Hal ini telah tunjukkan oleh al-Qur`an dalam ayat puasa dengan firman-Nya: "... agar kamu menjadi orang yang bertakwa" (QS. al-Baqarah/2:183). Nabi saw juga menunjukkan hal senada dalam sabdanya: "Puasa adalah benteng". Puasa membangkitkan kekuatan hati, ketakwaan hati, juga ketundukan kepada Allah semata. Puasa memadamkan beban-beban jiwa, semisal dengki, dendam, egois, angkuh dan sombong, dan menjaga jiwa dari tergelincir bersama hawa nafsu, dari kecenderungan memaksa dan sewenang-wenang, juga melindungi jiwa dari kekejian, tindakan amoral dan asusila.
Benar, puasa adalah sebaik-baik pendidik bagi manusia melalui hati yang jernih dan ikhlas dalam berbuat, juga melalui kesungguhan, kemantapan dan kuatnya niat. Keutamaan-keutamaan ini, semuanya adalah sumber kebaikan dan dasar dari sifat-sifat terpuji.
Seseorang yang mengekang dirinya sepanjang hari dari kebiasaan-kebiasaannya, seperti makan dan minum, dan dari keinginan-keinginan syahwat-seperti kenikmatan yang dihalalkan oleh Allah pada saat-saat selain puasa-, maka barangsiapa mengekang dirinya dari hal-hal halal semacam ini karena ketaatan kepada Allah, mematuhi hukum-hukum Allah, dan bermaksud untuk memperoleh ridha-Nya, tak syak lagi, ia akan mampu menahan dirinya dari hal-hal yang haram. Juga akan mampu menahan dirinya dari segala sesuatu yang dimurkai Allah.
Begitu pula perilakunya dalam masyarakat dan hubungannya dengan orang lain akan dijalani dengan penuh kejujuran, amanat, mentaati kesepakatan, menepati janji, tak berdusta dan tak suka bertengkar. Ia juga tak akan menipu, dan tiada berkhianat. Bahkan atas nama agama dan kehormatannya ia akan menjauhkan diri dari segala bentuk kemungkaran dan perilaku kotor, juga segala sesuatu yang dapat menghilangkan kehormatan, kemulian, dan keluhuran cita-citanya.
Inilah manfaat-manfaat puasa bagi manusia dengan kesehatan tubuh dan jasad mereka. Puasa baginya adalah pemelihara, penjaga kekuatan, pembersih organ-organ tubuh dari pengaruh cairan-cairan yang berbahaya-diungkapkan oleh paramedis bahwa ada cairan-cairan di dalam tubuh yang dapat menyebabkan kelainan dan penyakit.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Puasa Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Tata Cara Sholat Witir

Hadist tersebut diriwayatkan oleh Baihaqi dan beliau berkata rawinya bisa dipercaya. Akan tetapi tiga rakaat berturu-turut lebih utama dibandingkan hanya satu rakaat. Qadli Abu Tayyib mengatakan bahwa witir satu rakaat hukumnya makruh. Tentu ini bertentangan dengan hadist sahih riwayat Abu Dawud yang mengatakan "Barangsiapa ingin witir 5 rakaat silahkan, barangsiapa ingin witir 3 rakaat silahkan dan barangsiapa ingin witir 1 rakaat silahkan".
Waktunya adalah mulai setelah salat Isya' sampai dengan salat Subuh. Kalau seseorang merasa khawatir akan tidak melaksanakan salat witir di tengah atau akhir malam, maka ia sebaiknya melaksanakannya setelah salat Isya', atau setelah salat Tarawih pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mengira tidak akan bangun malam, maka hendaknya ia berwitir pada awal malam, barangsiapa merasa yakin bisa bangun malam, maka hendaknya ia berwitir di akhir malam karena salat akhir malam dihadiri malaikat" (H.R. Muslim, Ahmad, Tirmizi).
Sholat witir tidak disunnahkan berjamaah, kecuali bersama dengan sholat tarawih. Surat yang disunnahkan dibaca dalam witir 3 rakaat adalah "Sabbih-isma Rabiika", Al-Kafiruun dan rakaat ketiga al-Ikhlas dan Muawwidzatain.
Dalam witir juga disunnahkan melakukan qunut seperti qunut sholat Subuh bagi yang melakukannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu dan tata cara qunut dalam witir. Madzhab Syafii mengatakan qunut dalam witir hanya dilakukan pada pertengahan kedua bulan Ramadhan, tempatnya setelah saat I'tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir, sesuai yang dilakukan Ubay bib Ka'b. Madzhab Hanafi melakukan qunut pada setiap sholat witir sebelum ruku' setelah membaca surah pada rakaat terakhir. Hanbali melakukan qunut setiap witir bulan ramadhan dengan tatacara seperti madzhab Syafi'i.
Setelah sholat witir disunnahkan membaca do'a sesuai hadist sahih riwayat Abu Dawud:
Waktunya adalah mulai setelah salat Isya' sampai dengan salat Subuh. Kalau seseorang merasa khawatir akan tidak melaksanakan salat witir di tengah atau akhir malam, maka ia sebaiknya melaksanakannya setelah salat Isya', atau setelah salat Tarawih pada bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mengira tidak akan bangun malam, maka hendaknya ia berwitir pada awal malam, barangsiapa merasa yakin bisa bangun malam, maka hendaknya ia berwitir di akhir malam karena salat akhir malam dihadiri malaikat" (H.R. Muslim, Ahmad, Tirmizi).
Sholat witir tidak disunnahkan berjamaah, kecuali bersama dengan sholat tarawih. Surat yang disunnahkan dibaca dalam witir 3 rakaat adalah "Sabbih-isma Rabiika", Al-Kafiruun dan rakaat ketiga al-Ikhlas dan Muawwidzatain.
Dalam witir juga disunnahkan melakukan qunut seperti qunut sholat Subuh bagi yang melakukannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu dan tata cara qunut dalam witir. Madzhab Syafii mengatakan qunut dalam witir hanya dilakukan pada pertengahan kedua bulan Ramadhan, tempatnya setelah saat I'tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir, sesuai yang dilakukan Ubay bib Ka'b. Madzhab Hanafi melakukan qunut pada setiap sholat witir sebelum ruku' setelah membaca surah pada rakaat terakhir. Hanbali melakukan qunut setiap witir bulan ramadhan dengan tatacara seperti madzhab Syafi'i.
Setelah sholat witir disunnahkan membaca do'a sesuai hadist sahih riwayat Abu Dawud:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3 kali)اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاك مِنْ سَخَطِك وَبِمُعَافَاتِك مِنْ عُقُوبَتِك وَأَعُوذُ بِك مِنْك لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْك أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْت عَلَى نَفْسِك .
Para ulama berbeda pendapat mengenai seseorang yang yang berwitir pada awal malam lalu tidur dan bangun di akhir malam dan melakukan sholat. Sebagian ulama berpendapat bahwa batal witir yang telah dilakukannya pada awal malam dan di akhir malam ia menambahkan satu rakaat pada sholat witirnya, karena ada hadist yang mengatakan "tidak ada witir dua kali dalam semalam". Witir artinya ganjil, kalau ganjil dilakukan dua kali menjadi genap dan tidak witir lagi, maka ditambah satu rakaat agar tetap witir. Pendapat in diikuti imam Ishaq dll.
Redaksi hadist tersebut sbb:
Dari Qais bin Thalk berkata suatu hari aku kedatangan ayahnya Thalq bin Ali di hari Ramadhan, lalu beliau bersama kita hingga malam dan sholat (tarawih) bersama kita dan berwitir juga. Lalu beliau pulang ke kampungnya dan mengimam sholat lagi dengan penduduk kampung hingga sampailah sholat witir, lalu beliau meminta seseorang untuk mengimami sholat witir "berwitirlah bersama makmum" aku mendengar Rauslullah s.a.w. bersabda "Tidak ada witir dua kali dalam semalam" H.R. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasai, Ahmad dll.
Pendapat kedua mengatakan tidak perlu witir lagi karena sudah witir di awal malam. Ia cukup sholat malam tanpa witir. Alasannya banyak sekali riwayat dari Rasulullah s.a.w. mengatakan bahwa beliau melakukan sholat sunnah setelah witir. Pendapat ini diikuti Malik, Syafii, Ahmad, Sufyan al-Tsuari dan Hanafi.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Tata Cara Sholat Witir
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Etika Sholat Tarawih

Pendapat Empat Madzhab:
Madzhab Maliki, Syafi'I dan Hanbali melaksanakan shoalt Tarawih dengan 20 rakaat. Imam Nawawi dalam al-Majmu' menjelaskan bahwa landasan yang digunakan adalah riwayat sahih dari Saib bin Yazid yang mengatakan bahwa sholat Tarawih pada zaman Umar r.a. dilaksanakan 20 rakaat. Madzhab Maliki melaksanakan sebanyak 39 rakaat sesuai riwayat ahli Madinah. Sebagaimana diketahui madzhab Maliki menganggap tindakan ahli Madinah merupakan dalil yang bisa dijadikan landasan.
Pelaksanaan sholat tarawih di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi saat ini tetap mengacu kepada pendapat madzhab resmi pemerintah Saudi Arabia, yaitu Hanbali dengan pelaksanaan sebanyak 20 rakaat. Namun pada malam ke-20 Ramadhan hingga akhir bulan, di kedua masjid agung tersebut juga dilaksanakan sholat qiyamullail sebanyak 10 rakaat dimulai sekitar pukul 12 malam hingga menjelang sahur. Pelaksanaan sholat qiyamullail ini tidak jauh berbeda dengan tarawih, hanya ayat yang dibaca lebih panjang sehingga masa sholat juga lebih lama.
Mengacu pada Sholat Malam Rasulullah
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pelaksanaan sholat tarawih adalah mengacu pada sholat malam Rasulullah. Pendapat ini diikuti beberapa ulama mutaakhiriin. Jumlah rakaat shalat malam yang dilakukan Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. 11 rakaat terdiri dari 4 rokaat x 2 + 3 rakaat witir. Ini sesuai dengan hadist A'isyah yang diriwayatkan Bukhari.
2. 11 rakaat terdiri dari 4 rokaat x 2 + 2 rakaat witir + 1 witir. Ini sesuai dengan hadist Ai'syah riwayat Muslim.
3. 11 rakaat terdiri dari 2 rokaat x 4 & 2 rakaat witir + 1 witir. Ini juga diriwayatkan oleh Muslim.
4. Ada juga riwayat Ibnu Hibban yang mengatakan 8 rakaat + witir.
5. Ada juga riwayat yang mengatakan 13 rakaat termasuk witir.
Itulah riwayat dan pendapat seputar rakaat sholat Tarawih. Ini masalah furu'iyah yang sudah lama dikaji oleh para ulama terdahulu. Mau melakukan yang mana, silahkan memilih sesuai keyakinan masing-masing. Tidak masanya lagi kita mempermasalahkan berapa rakaat sholat tarawih yang sebaiknya kita laksanakan. Semuanya pendapat ada dalilnya. Yang terpenting adalah kualitas ibadah kita dan niat baik memeriahkan bulan Ramadhan. Allah Maha Bijaksana dalam menilai ibadah kita masing-masing
Etika Sholat Tarawih
1. Berjamaah di masjid, disunnahkan untuk semua kalangan laki-laki dan perempuan. Bagi kaum lelaki disunnahkan menggunakan pakaian yang rapi dan bersih ketika ke masjid, sambil memakai wangi-wangian. Kaum perempuan sebaiknya juga menggunakan pakaian yang rapi, menutupi aurat (aurat wanita di luar rumah adalah hanya muka dan telapak tangan yang boleh kelihatan), berjilbab, tidak menggunakan wangi-wangian dan make up. Kaum perempuan juga menjaga suara dan tindakan agar sesuai dengan etika Islami selama berangkat ke masjid dan di dalam masjid.
2. Membawa mushaf atau al-Qur'an, atau HP yang dilengkapi program al-Qur'an sehingga selama mengisi waktu kosong di Masjid bisa dimanfaatkan untuk membaca al-Qur'an.
3. Sebaiknya mengikuti tata cara sholat tarawih sesuai yang dilakukan imam. Kalau imam sholat 8 rakaat + 3 rakaat witir, makmum mengikuti itu. Bila ia ingin menambahi jumlah rakaat, sebaiknya dilakukan di rumah. Kalau imam melaksanakan sholat 20 rakaat maka sebaiknya mengikutinya. Bila ia ingin hanya melaksanakan 8 rakaat, maka hendaknya ia undur diri dari jamaah dengan tenang agar tidak mengganggu jamaah yang masih melanjutkan sholat tarawih. Ia bisa langsung pulang atau menunggu di masjid sambil membaca al-Qur'an dengan lirih dan tidak mengganggu jamaah yang sedang sholat.
4. Bagi yang berniat untuk sholat malam (tahajud) dan yakin akan bangun malam, sebaiknya undur diri dengan tenang (agar tidak mengganggu yang masih sholat witir) pada saat imam mulai melaksanakan sholat witir. Malam harinya ia bisa melaksanakan sholat witir setelah tahajud. Bagi yang tidak yakin bisa bangun malam untuk sholat malam (tahajud), maka ia sebaiknya mengikuti imam melaksanakan sholat witir dan malam harinya dia masih disunnahkan melaksanakan sholat malam (tahajud) dengan tanpa melaksanakan witir.
5. Usai melaksanakan sholat tarawih sebaiknya langsung pulang ke rumah dan istirahat atau mengerjakan tugas-tugas belajar bagi yang masih sekolah atau kuliah.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Etika Sholat Tarawih
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Sunday, July 31, 2011
Apakah Boleh Perempuan Tarawih di Masjid ?


"Jangan kalian halangi hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah".
Terkadang kaum lelaki berlebihan membatasi gerak kaum perempuan.
Sebenarnya, sebagian besar yang terjadi, adalah adanya perasaan kecemburuan yang berlebihan saja. Di saat seseorang telah mengikat cintanya pada seorang gadis, yang terjadi selanjutnya, biasanya, keinginan menguasainya. Maunya, jangan ada orang lain yang memperhatikan kekasihnya. "Dia milikku satu-satunya" tertanam kuat dalam kesadaran. (Padahal kata Rasul, "Sesungguhnya sebagian dari kecemburuan ada sesuatu yang dibenci Allah dan RasulNya.") Demikianlah yang terjadi pada para istri. Kuatnya perasaan menguasai seperti itu menjadi semakin kuat mengakar, karena seakan-akan mendapat dukungan ("legitimasi") nas-nas hadis di atas. Tak hanya itu, dukungan lain bersumber dari struktur sosial yang telah memformat sedemikian rupa subordinasi perempuan setingkat di bawah laki-laki.
Bahkan tak jarang mereka tak mengijinkan istri-istrinya pergi ke masjid. Takut fitnah, alasannya. Apakah benar demikian?
Alasan "takut fitnah" selama ini rupanya telah menjadi momok yang menakutkan. Telah sanggu merubah hampir keseluruhan pola interaksi antara kaum laki-laki dan perempuan. Apalagi dengan dukungan nas-nas lain seperti yang menyatakan bahwa "salat di rumah lebih baik bagi orang perempuan."
Rasulullah sangat memahami kecemburuan orang perempuan yang ingin merasakan nikmatnya beribadah di buyuutillah (rumah-rumah Allah, masjid-masjid Allah). Makanya beliau pun menegaskan (dalam hadis lain) "Jangan kalian halangi istri-istri kalian dari masjid, jika mereka telah minta izin kepada kalian untuk ke masjid”.
Yang perlu digarisbawahi adalah pernyataan "Jangan kalian halangi..." berhadapan dengan pernyataan lain "salat di rumah lebih baik bagi orang perempuan". Yang pertama larangan, yang kedua himbauan. Bagaimanapun, larangan tak bisa mengalahkan himbauan.
Oleh karenanya, Imam Ibnu Hazm menentang riwayat "salat di rumah lebih baik bagi wanita". Ia selanjutnya membuat analogi demikian: jika memang wanita sebaiknya melakukan ibadah di rumah, kenapa Rasul menyuruh mereka untuk keluar rumah di saat kaum muslimin merayakan hari lebaran (ied)? Bahkan wanita yang sedang dalam keadaan datang bulan pun diminta Rasul ikut keluar (rumah) pula, karena lebaran adalah hari pestanya kaum muslimin.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Perempuan Tarawih di Masjid
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Tidur Siang di Bulan Ramadhan
Tidur Siang di Bulan Ramadhan
Saya agak terkejut mendengar keterangan bahwa tidur siang merupakan suatu hal yang dianjurkan hanya berdasarkan keterangan bahwa syaiton tidak pernah tidur siang, Dan juga keterangan tidak masalahnya orang tidur dimasjid, karena tidak ada dasar untuk pelarangan atau perintah, mengenai hal ini sebaiknya hal ini tidak usah disinggung dengan cenderung membolehkan. Tanya
Jawab (437) : Tidur Siang di Bulan Ramadhan Assalamu'alaikum war. wab. Saya agak terkejut mendengar keterangan bahwa tidur siang merupakan suatu hal yang dianjurkan hanya berdasarkan keterangan bahwa syaiton tidak pernah tidur siang, Dan juga keterangan tidak masalahnya orang tidur dimasjid, karena tidak ada dasar untuk pelarangan atau perintah, mengenai hal ini sebaiknya hal ini tidak usah disinggung dengan cenderung membolehkan. Takutnya orang jadi ramai2 ke masjid untuk tidur bukan untuk sholat atau untuk sholat terus tidur :-) Dilarang aja masih tidur apalagi dianjurkan.. Keterangan ini berawal dari pertanyaan seeorang mengenai kebenaran hadist yang menerangkan bahwa tidurnya orang puasa adalah ibadah. Untuk itu jika ada yang lebih tahu mengenai kebenaran dari masalah ini mohon bisa dijelaskan. Terimakasih, wassalam. Tejo H Jawab : Assalamu'alaikum wr. wb
Tidur siang adalah kebiasaan masyarakat Arab dan beberapa orang sholeh dan ulama terdahulu. Mereka menyebutnya Qailulah yang artinya tidur sebentar waktu siang. Mereka melakukannya tidak hanya pada bulan Ramadhan tapi pada hari-hari biasa juga, khususnya pada waktu musim panas. Para Ulama Sholeh terdahulu menjadikan tujuan dari qailulah ini agar pada malam harinya bisa bangun untuk mendirikan sholat tahajud. Dalam sebuah riwayat, Imam Abu Hanifah selama 40 tahun tidak pernah tidur malam, karena malam harinya untuk sholat, beliau tidur hanya pada siang hari, yaitu qailulah. Qaqilulah ini waktunya setelah sholat dhuhur hingga Ashar. Jadi tidur siang atau qailulah ini hanya kebiasaan orang-orang terdahulu. Kalau memang tujuannya agar bisa bangun malam untuk sholat tahajjud, tentu ini merupakan sunnah karena Rasulullah s.a.w. juga melakukannya. Tapi kalau tidur siangnya hanya untuk bermalas-malasan, apalagi malam harinya juga tidak sholat tahajud maka apa nilai sunnah dari tidur siang ini? Umar bin Khattab pernah suatu hari melakukan inspeksi ke Iskandariah, dimana Muawiyah bin Khudaij menjabat gubernur di kota itu. Umar datang ke kota itu waktu siang saat kebanyakan orang melakukan qailulah. Umar menemukan Muawiyah tidak melakukan tidur siang, lalu beliau berkomentar "Saya fikir kalian sedang tidur pada siang ini, kalau kalian tidur siang hari maka akan menelantarkan hak rakyat, kalau kalian tidur malam, kalian menelantarkan hak Allah, bagaimana kalian mengatur tidur antara dua hak ini wahai Mua'wiyah". Umar r.a. seperti mengingatkan bahwa manfaat waktu itu lebih penting daripada sekedar tidur siang. Intinya, harus proporsional dalam menggunakan waktu meskipun pada bulan Ramadhan. Hadist yang menyebutkan bahwa "Tidurnya orang puasa adalah ibadah", seperti penjelasan Iraqi dalam Takhrij Hadist-Hadist Ihya, bahwa hadist ini diriwayatkan dari Abdullah bin Amr dan Abdullah bin Abi Aufa, namun semua sanadnya antara dla'if (lemah) dan maudlu' (palsu). Lepas dari kekuatan hadist tersebut, pengertian hadist tersebut harus dimaknai bahwa tidurnya orang puasa adalah terjaganya diri orang yang puasa dari setiap perbuatan maksiat dan munkar, dari situlah terwujud makna ibadah itu. Kalau tidur hanya untuk bermalas-malasan dan meninggalkan kewajiban serta menelantarkan tugas, tentu itu sangat bertentangan dengan makna ibadah puasa itu sendiri. Para Sahabat Rasulullah s.a.w. menjalani puasa Ramadhan dengan tugas-tugas yang cukup berat, seperti perang Badar dan penaklukan Makkah. Ini semua petunjuk bahwa puasa bukan untuk menjadikan kita malas, tapi puasa adalah spirit agar kita bisa memberikan yang lebih baik meskipun dengan keterbatasan diri kita. Wallahu A'lam Bissowab Muhammad Ni'am

Jawab (437) : Tidur Siang di Bulan Ramadhan Assalamu'alaikum war. wab. Saya agak terkejut mendengar keterangan bahwa tidur siang merupakan suatu hal yang dianjurkan hanya berdasarkan keterangan bahwa syaiton tidak pernah tidur siang, Dan juga keterangan tidak masalahnya orang tidur dimasjid, karena tidak ada dasar untuk pelarangan atau perintah, mengenai hal ini sebaiknya hal ini tidak usah disinggung dengan cenderung membolehkan. Takutnya orang jadi ramai2 ke masjid untuk tidur bukan untuk sholat atau untuk sholat terus tidur :-) Dilarang aja masih tidur apalagi dianjurkan.. Keterangan ini berawal dari pertanyaan seeorang mengenai kebenaran hadist yang menerangkan bahwa tidurnya orang puasa adalah ibadah. Untuk itu jika ada yang lebih tahu mengenai kebenaran dari masalah ini mohon bisa dijelaskan. Terimakasih, wassalam. Tejo H Jawab : Assalamu'alaikum wr. wb
Tidur siang adalah kebiasaan masyarakat Arab dan beberapa orang sholeh dan ulama terdahulu. Mereka menyebutnya Qailulah yang artinya tidur sebentar waktu siang. Mereka melakukannya tidak hanya pada bulan Ramadhan tapi pada hari-hari biasa juga, khususnya pada waktu musim panas. Para Ulama Sholeh terdahulu menjadikan tujuan dari qailulah ini agar pada malam harinya bisa bangun untuk mendirikan sholat tahajud. Dalam sebuah riwayat, Imam Abu Hanifah selama 40 tahun tidak pernah tidur malam, karena malam harinya untuk sholat, beliau tidur hanya pada siang hari, yaitu qailulah. Qaqilulah ini waktunya setelah sholat dhuhur hingga Ashar. Jadi tidur siang atau qailulah ini hanya kebiasaan orang-orang terdahulu. Kalau memang tujuannya agar bisa bangun malam untuk sholat tahajjud, tentu ini merupakan sunnah karena Rasulullah s.a.w. juga melakukannya. Tapi kalau tidur siangnya hanya untuk bermalas-malasan, apalagi malam harinya juga tidak sholat tahajud maka apa nilai sunnah dari tidur siang ini? Umar bin Khattab pernah suatu hari melakukan inspeksi ke Iskandariah, dimana Muawiyah bin Khudaij menjabat gubernur di kota itu. Umar datang ke kota itu waktu siang saat kebanyakan orang melakukan qailulah. Umar menemukan Muawiyah tidak melakukan tidur siang, lalu beliau berkomentar "Saya fikir kalian sedang tidur pada siang ini, kalau kalian tidur siang hari maka akan menelantarkan hak rakyat, kalau kalian tidur malam, kalian menelantarkan hak Allah, bagaimana kalian mengatur tidur antara dua hak ini wahai Mua'wiyah". Umar r.a. seperti mengingatkan bahwa manfaat waktu itu lebih penting daripada sekedar tidur siang. Intinya, harus proporsional dalam menggunakan waktu meskipun pada bulan Ramadhan. Hadist yang menyebutkan bahwa "Tidurnya orang puasa adalah ibadah", seperti penjelasan Iraqi dalam Takhrij Hadist-Hadist Ihya, bahwa hadist ini diriwayatkan dari Abdullah bin Amr dan Abdullah bin Abi Aufa, namun semua sanadnya antara dla'if (lemah) dan maudlu' (palsu). Lepas dari kekuatan hadist tersebut, pengertian hadist tersebut harus dimaknai bahwa tidurnya orang puasa adalah terjaganya diri orang yang puasa dari setiap perbuatan maksiat dan munkar, dari situlah terwujud makna ibadah itu. Kalau tidur hanya untuk bermalas-malasan dan meninggalkan kewajiban serta menelantarkan tugas, tentu itu sangat bertentangan dengan makna ibadah puasa itu sendiri. Para Sahabat Rasulullah s.a.w. menjalani puasa Ramadhan dengan tugas-tugas yang cukup berat, seperti perang Badar dan penaklukan Makkah. Ini semua petunjuk bahwa puasa bukan untuk menjadikan kita malas, tapi puasa adalah spirit agar kita bisa memberikan yang lebih baik meskipun dengan keterbatasan diri kita. Wallahu A'lam Bissowab Muhammad Ni'am
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Tidur Siang di Bulan Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Diterimakah Puasanya Orang yang Meninggalkan Salat?
Diterimakah Puasanya Orang yang Meninggalkan Salat?
Assalamu'alaikum wr.wb.
pertanyaan :
Bagaimana hukumnya orang puasa pada bulan Ramadhan tetapi dia tidak mengerjakan shalat?
Seperti kita ketahui bahwa rukun islam ada lima : syahadat, salat, zakat, puasa, haji. Saya pernah mendengar pendapat bahwa orang yang salat adalah orang yang telah membaca syahadat (orang islam). Kemudian orang yang membayar zakat adalah orang yang telah mengerjakan salat. Demikian seterusnya dengan tidak boleh dilompati jika mampu. Dari sini saya berkesimpulan bahwa orang berpuasa tanpa mengerjakan salat maka puasanya tidak diterima oleh Allah swt. Benarkah kesimpulan saya? mohon jawaban.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Kakung W.
Jawab:
Semua orang Islam (yang telah mengikrarkan syahadat) tentu dituntut untuk melaksanakan semua rukun yang lain: salat, zakat, puasa, dan haji. Menyangkut permasalahan orang yang meninggalkan salah satu rukun itu dengan sengaja, pendapat ulama berbeda-beda. Ada yang mengatakan "barang siapa meninggalkan salah satu dari rukun itu maka ia kafir." Ada lagi yang bilang "bagi yang meninggalkan salat dan tidak mau membayar zakat saja yang kafir." Yang lain lagi bilang "hanya orang yang sengaja meninggalkan salat itulah yang kafir."
Semua pendapat di atas, tentu tidak tersisa lagi dalam anggapannya bahwa orang yang meninggalkan salat dengan sengaja akan diterima puasanya. Karena orang kafir itu semua amalnya ditolak. Maka puasanya pun tidak diterima.
Ada pendapat lain lagi yang mengatakan sekedar fasik, selama dia tidak mengingkari bahwa salat itu wajib adanya. Hanya saja karena kemalasannya, belum terbiasa, atau belum bisa, sehingga ia tidak melakukan salat. Orang seperti ini mempunyai secercah keimanan dalam kalbunya, namun karena masih sangat lemah, perlu terus disirami, dirawat, dan dirabuk. Ia berdosa besar, karena meninggalkan sesuatu yang diyakininya wajib. Dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal seseorang, amal apa saja, selama itu dilakukannya dengan ikhlas.
pertanyaan :
Bagaimana hukumnya orang puasa pada bulan Ramadhan tetapi dia tidak mengerjakan shalat?
Seperti kita ketahui bahwa rukun islam ada lima : syahadat, salat, zakat, puasa, haji. Saya pernah mendengar pendapat bahwa orang yang salat adalah orang yang telah membaca syahadat (orang islam). Kemudian orang yang membayar zakat adalah orang yang telah mengerjakan salat. Demikian seterusnya dengan tidak boleh dilompati jika mampu. Dari sini saya berkesimpulan bahwa orang berpuasa tanpa mengerjakan salat maka puasanya tidak diterima oleh Allah swt. Benarkah kesimpulan saya? mohon jawaban.
Wassalamu'alaikum wr.wb.
Kakung W.
Jawab:
Semua orang Islam (yang telah mengikrarkan syahadat) tentu dituntut untuk melaksanakan semua rukun yang lain: salat, zakat, puasa, dan haji. Menyangkut permasalahan orang yang meninggalkan salah satu rukun itu dengan sengaja, pendapat ulama berbeda-beda. Ada yang mengatakan "barang siapa meninggalkan salah satu dari rukun itu maka ia kafir." Ada lagi yang bilang "bagi yang meninggalkan salat dan tidak mau membayar zakat saja yang kafir." Yang lain lagi bilang "hanya orang yang sengaja meninggalkan salat itulah yang kafir."
Semua pendapat di atas, tentu tidak tersisa lagi dalam anggapannya bahwa orang yang meninggalkan salat dengan sengaja akan diterima puasanya. Karena orang kafir itu semua amalnya ditolak. Maka puasanya pun tidak diterima.
Ada pendapat lain lagi yang mengatakan sekedar fasik, selama dia tidak mengingkari bahwa salat itu wajib adanya. Hanya saja karena kemalasannya, belum terbiasa, atau belum bisa, sehingga ia tidak melakukan salat. Orang seperti ini mempunyai secercah keimanan dalam kalbunya, namun karena masih sangat lemah, perlu terus disirami, dirawat, dan dirabuk. Ia berdosa besar, karena meninggalkan sesuatu yang diyakininya wajib. Dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal seseorang, amal apa saja, selama itu dilakukannya dengan ikhlas.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Diterimakah Puasanya Orang yang Meninggalkan Salat?
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Perempuan Nifas Selama Ramadhan
Perempuan Nifas Selama Ramadhan
Saya ingin bertanya lebih jelas lagi tentang pembayaran fidyah, bila ada orang yang melahirkan bertepatan dengan datangnya bulan ramadlan berarti selama 1 bulan penuh kondisi orang tersebut masih dalam keadaan nifas (40 hari).
Tanya:
Assalamu'alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya lebih jelas lagi tentang pembayaran fidyah, bila ada orang yang melahirkan bertepatan dengan datangnya bulan ramadlan berarti selama 1 bulan penuh kondisi orang tersebut masih dalam keadaan nifas (40 hari).
Apakah dalam 1 bulan orang tersebut harus membayar fidyah atau hanya menggadha' saja? Menurut pemikiran saya cukup hanya mengqadha' saja karena pada saat nifas (keluar darah) tidak diperbolehkan salat sama seperti menstruasi, tetapi saya belum menemukan dalilnya.
Terima kasih
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
M. Ichsan
Jawab:
Para ulama' sepakat bahwa yang terlarang bagi perempuan yang sedang haid itu juga terlarang bagi perempuan yang nifas. Dan sudah jelas, bahwa perempuan yang haid hanya diwajibkan mengqadha' puasanya saja, maka demikian juga dengan yang mengalami nifas. Ia tidak harus membayar fidyah. Berdasar hadisnya A'isyah ra, "Kami sedang haid pada masa Rasulullah, kami hanya diperintah untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha' salat".
Maka jika ada seseorang yang melahirkan saat menjelang Ramadhan, dan sampai habis Ramadhan nifasnya belum berhenti, maka otomatis dia tidak (boleh) berpuasa selama sebulan. Dan ia hanya diwajibkan mengqadha' saja. 'Udzur haid dan nifas itu bukan 'udzur yang dibikin-bikin, bukan kehendak si pelaku. Jadi rasanya tak adil, jika masih diwajibkan membayar fidyah.
Wallaahu a'lam
Tanya:
Assalamu'alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya lebih jelas lagi tentang pembayaran fidyah, bila ada orang yang melahirkan bertepatan dengan datangnya bulan ramadlan berarti selama 1 bulan penuh kondisi orang tersebut masih dalam keadaan nifas (40 hari).
Apakah dalam 1 bulan orang tersebut harus membayar fidyah atau hanya menggadha' saja? Menurut pemikiran saya cukup hanya mengqadha' saja karena pada saat nifas (keluar darah) tidak diperbolehkan salat sama seperti menstruasi, tetapi saya belum menemukan dalilnya.
Terima kasih
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
M. Ichsan
Jawab:
Para ulama' sepakat bahwa yang terlarang bagi perempuan yang sedang haid itu juga terlarang bagi perempuan yang nifas. Dan sudah jelas, bahwa perempuan yang haid hanya diwajibkan mengqadha' puasanya saja, maka demikian juga dengan yang mengalami nifas. Ia tidak harus membayar fidyah. Berdasar hadisnya A'isyah ra, "Kami sedang haid pada masa Rasulullah, kami hanya diperintah untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha' salat".
Maka jika ada seseorang yang melahirkan saat menjelang Ramadhan, dan sampai habis Ramadhan nifasnya belum berhenti, maka otomatis dia tidak (boleh) berpuasa selama sebulan. Dan ia hanya diwajibkan mengqadha' saja. 'Udzur haid dan nifas itu bukan 'udzur yang dibikin-bikin, bukan kehendak si pelaku. Jadi rasanya tak adil, jika masih diwajibkan membayar fidyah.
Wallaahu a'lam
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Perempuan Nifas Selama Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Melihat Gambar Porno di Bulan Ramadhan

Kaitannya dengan bulan puasa, bukankah yg Anda maksud adalah "apakah ia membatalkan puasa atau tidak?"
Memang tidak semua perbuatan dosa, termasuk melihat pronografi, itu membatalkan puasa. Yang membatalkan, menurut madzhab Malikiyah dan Hanbaliyah, adalah jika tindakan melihatnya itu dilakukan dalam suatu tempo waktu sehinngga mengakibatkan dia keluar madzi atau mani. Namun jika tidak sampai keluar madzi atau mani, maka tidak membatalkan puasanya.
Berbeda dengan madzhab Hanafiyah dan Syafi'iyah, kalaupun hal itu dilakukannya sampai ia mengeluarkan mani atau madzi puasanya tetap tidak batal.
Dalam hal ini, Malikiyah dan Hanbaliyah yang lebih baik diikuti.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Melihat Gambar Porno di Bulan Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Hikmah Puasa Ramadhan
HIKMAH PUASA RAMADHAN

A. Makna dan Pengertian Ramadhan
Ramadhan berasal dari kata “ramadha” artinya menjadi panas.
Orang mengatakan “ramadha ash-shai’mu” artinya bagian tubuh orang yang berpuasa menjadi sangat panas dan haus karena puasa (Arabic-EnglishLexicon, EW Lane)
Bulan kesembilan tahun Qamariyah ini disebut Ramadhan karena:
1) Puasa di bulan ini menimbulkan panas disebabkan haus
2) Beribadah di bulan ini membakar habis bekas dosa-dosa manusia
3) Ibadah di bulan ini menimbulkan panas semangat cinta kepada Allah swt dan sesame manusia
B. Makna dan Pengertian Puasa
Puasa dalam bahasa arab disebut “shawm” atau “shiyaam” yang salah satu artinya menahan atau mengendalikan, yaitu orang yang berpuasa menahan atau mengendalikan diri dari melakukan hal-hal yang menurut syari’at dapat membatalkan ibadah puasa yang dilakukannya.
Puasa merupakan bentuk ibadah yang mengandung unsure pengorbanan yang sempurna, karena didalam puasa manusia dituntut untuk melatih disiplin rohani dan disiplin moral yang memiliki nilai sosial. Manusia diajarkan akhlak yang tinggi yaitu dengan menjauhi hal-hal yang halal (makan, minum, bercampur dengan istri), sehingga hal yang dilarang akan ditinggalkan. Manusia yang sebelumnya menjadi budak hawa nafsu, bisa menjadi majikannya. Tanpa melihat perbedaan derajat kedudukan dan setatus social, orang yang berpuasa dapat merasakan lapar dan bagaimana bertahan hidup tanpa makan, sehingga dengan pengalaman ini dapat menimbulkan rasa simpati untuk bersedekah.
C. Syarat Puasa
1) Baligh, sudah mencapai usia dewasa
2) Qadir, kuat menjalaninya (fisiknya) atau tidak uzur (lemah)
3) Aqil, sehat kondisi akal dan jiwanya
D. Adab Puasa
1) Mengawalinya dengan niat
2) Menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan dan minum
3) Menghindari hal-hal yang dapat merusak puasa atau mengurangi pahala, seperti mengghibat (bergunjing), memfitnah, bertengkar dll.
E. Hikmah Puasa dari Sisi Kesehatan
1) Mencegah serta menyembuhkan bermacam penyakit
2) Memberikan kesempatan kepada alat pencernaan untuk istirahat dan merefreshnya
3) Membuang racun/toksik dalam tubuh sehingga meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas)
4) Mengurangi serta mencegah kolesterol
5) Menurunkan gula darah, tekanan darah, lipid darah, obesitas
6) Mengurangi kecenderungan merokok
7) Meningkatkan kecerdasan otak
8) Secara psikologis dapat meningkatkan ketenangan jiwa dan kedamaian hati
F. Hikmah Puasa dari sisi Rohani
1) Pintu surga terbuka, pintu neraka ditutup dan syaitan dibelenggu
2) Bau mulut orang berpuasa seperti kesturi
3) Diampuni dosa-dosa
4) Dikabulkan do’a-do’a
5) Tameng atau perisai (pelindung) dari perbuatan dosa
6) Meningkatkan kesehatan qalbu (hati)
7) Mengurangi/menghilangkan hawa nafsu
G. Do'a Puasa
Doa yang biasa diucapkan Rasulullah SAW ketika berbuka puasa,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabadh dhamaau wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah”
yang artinya “Telah hilang rasa haus dan telah basah tenggorokan, serta telah ditetapkan pahala, insya Allah”
HR. Abu Dawud no. 2357, Ad Daraquthni III/1401 no. 2247, dan Al Hakim no. 1/422, hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Irwaa-ul Ghaliil no. 920)
H. HAL-HAL YANG DAPAT MEMBATALKAN PUASA
1) Makan dan minum dengan sengaja.
2) Jima' (bersenggama).
3) Memasukkan makanan ke dalam perut, termasuk injeksi dan tranfusi.
4) Mengeluarkan air mani dengan sengaja karena masturbasi, atau karena sebab birahi lainnya, kecuali karena mimpi tidak membatalkan.
5) Keluarnya darah haid dan nifas.
6) Sengaja muntah.
7) Keluar dari Islam (murtad)
Puasa menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan jasmani sampai batas tertentu yang sangat diperlukan untuk kemajuan rohani, sehingga akan memberikan dampak positif bagi perkembangan akhlak, jiwa dan akal manusia
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Hikmah Puasa Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Panduan Puasa Ramadhan

MASYRU'IYAT PUASA RAMADHAN
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa "( QS Al-Baqarah : 183 ).
1. Puasa Ramadhan hukumnya Fardu `Ain
2. Puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan
KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAAN BERAMAL DIDALAMNYA
1. Bulan Ramadhan adalah:
a. Bulan yang penuh Barakah.
b. Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c. Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.
2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain :
a. Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b. Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syafaa't.
c. Khusus bagi yang puasa disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk memasuki Jannah.
RUKUN PUASA
a. Berniat sejak malam hari
b. Menahan makan, minum, koitus (Jima') dengan istri di siang hari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Maghrib),
Wanita yang sedang haidh dilarang puasa sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya. Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam haidh.
YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK TIDAK PUASA RAMADHAN
Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah :
a). Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b) Orang yang bepergian ( Musafir ). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.
Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena :
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang hari, maka tidak membatalkan puasa.
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak membatalkan puasa.
c. Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping puasanya batal ia terkena hukum yang berupa : memerdekakan seorang hamba, bila tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu, maka memberi makan enam puluh orang miskin.
d. Datang bulan di siang hari Ramadhan ( sebelum waktu masuk Maghrib)
HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU IBADAH PUASA
a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b. Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh.
c. Berbekam pada siang hari.
d. Mencium, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari (hukumnya makruh)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan menghirupnya.
f. Disuntik di siang hari.
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.
ADAB-ADAB PUASA RAMADHAN
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib.
Sunnah berbuka adalah sbb :
a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti rutob (kurma muda), kurma dan air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.
b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan shalat dahulu.
c. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Artinya : "Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah."
2. Makan sahur. Adab-adab sahur :
a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh.
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur karena sudah masuk waktu Shubuh.
3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-qur'an
4. Menegakkan shalat malam/shalat Tarawih dengan berjama'ah. Dan shalat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (20 hb. sampai akhir Ramadhan). Cara shalat Tarawih adalah :
a. Dengan berjama'ah.
b. Salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at.
c. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan.
d. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Roka't kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad.
e. Membaca do'a qunut dalam shalat witir.
5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada pengampunan maka ampunilah aku.
6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir.
7. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran.
Cara i'tikaf:
a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid.
b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.
c. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf.
Demikianlah Penjelasan saya mengenai Khutbah Nabi Menjelang Ramadhan
Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua
Puasa sebagai Pintu Ibadah
Dalam konteks puasa Ramadhan, yang sedang kita laksanakan bersama ini. Puasa disebut Nabi Muhammad Shalallah alaih wasallam sebagai pintu ibadah.Nabi bersabda “ Li kulli Syaiin Babun, wa Babul Ibadah as Shaumu”,(Setiap segala sesuatu itu ada pintunya, dan pintu ibadah adalah puasa). (H.R. Ibn Al-Mubarak dalam Az-zuhud ) Menimbang penting dan kegunaan ibadah puasa ini,maka ia kerap diberlakukan sebagai ibadah terapis sebagai penangkal tumbuh liarnya nafsu syahwat libido,misalnya dalam hadits riwayat Imam Al Bukhari dari Ibn Mas’ud, dapat kita telaah anjuran Rasulullah Muhammad kepada para pemuda yang belum memiliki persiapan matang untuk menikah,dianjurkan untuk berpuasa, yang dalam bahasa beliau disebut sebagai Wija’ (alat kendali). Dalam telaah Sayyid Haidar Al Amuly misalnya, penulis “ Asrarus Syariah wa Athwarul Thariqah wa Anwarul Haqiqah”, puasa disebut sebagai pintu ibadah dikarenakan ia berfungsi terhadap dua hal.Pertama, puasa dapat mencegah sesuatu yang dilarang agama dan kedua, puasa adalah bentuk penyerangan terhadap godaan syaithan.Detailnya adalah sebagai berikut. Pertama,puasa berpotensi mencegah hal- hal yang dilarang, mencegah diri dari nafsu syahwat dan bahwa puasa itu adalah ibadah eksklusif, yakni ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. Berbeda dengan shalat, zakat dan ibadah selain keduanya yang masih mungkin dilihat sesama, sehingga dikhawatirkan tersusupi perasaan bangga dan bertindak pamer.Padahal bukankah telah maklum, bahwa keduanya adalah penyebab utama tertolaknya suatu ibadah dan ketaatan. Kedua, puasa adalah sebentuk penyerangan terhadap syaithan, sebagai musuh Allah dan kita semua. Disebut menyerang syaithan, karena ia tidak akan mampu menggoda manusia, kecuali dengan jalan pemenuhan nafsu syahwat. Nah, rasa lapar dan dahaga adalah upaya preventif untuk menaklukkan segala nafsu syahwat yang tidak lain adalah piranti syaithan untuk menggoda manusia. Jika piranti ini ditiadakan, adalah menjadi niscaya pula hilangnya aktivitas godaan itu.Karena itu, Nabi Muhammad bersabda : “ Sesungguhnya syaithan itu menyusuri putra Adam, sebagaimana aliran darah, maka sempitkan alirannya dengan lapar”.Dengan hadits ini, kita dapat memahami makna hakikat hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Saw pernah bersabda : “Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka dan pntu-pintu neraka ditutup. Syaithan-syaithan dibelenggu. Maka berserulah seorang penyeru : “Hai siapa yang menginginkan kebaikan datanglah! Dan siapa ingin (melakukan) kejahatan, cegalah dirimu! (H.R. Turmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim) Dari komparasi dua hadits di atas,kiranya telah jelas bahwa yang dimaksud syaithan dibelenggu, lebih mengena diartikan bahwa peluang dan piranti syaithan untuk menggoda manusia di bulan puasa Ramadhan benar- benar ditutup, dikendalikan dengan terapi lapar manusia yang berpuasa.Dengan ditutupnya peluang melakukan dosa bermakna neraka siksaan telah pula ditutup dan yang tinggal kemudian adalah bekerjanya nurani manusia untuk kembali pada jalan Allah yang membawanya menuju surga keridhaan Allah Ta’ala. Semuanya kemudian kembali pada pribadi kita masing- masing untuk mengetuk dan mau membuka pintu ibadah ini.Kita sambut dan jemput dengan gempita peluang berharga yang dihadiahkan Allah Ta’ala ini, yang dengan puasa ini,ibadah- ibadah atau penghambaan yang lain menjadi terbuka dan mudah untuk dimakna dan dijalankan. Demikianlah Penjelasan saya mengenai Puasa sebagai Pintu Ibadah Semoga Ramdhan Kali ini dapat memberikan hidayah kepada kita semua |
Subscribe to:
Posts (Atom)